Menghargai Pekerja Kreatif Profesional

Judul ini bukan bermaksud menyindir atau mengkritik pihak tertentu. Namun mencoba mengupas beberapa polemik seputar bayaran pekerja kreatif, termasuk desainer, ilustrator, penulis, dsb dsb yang menghasilkan sesuatu lewat buah pikiran. Yakni soal penghargaan.


Mari kita mulai dari membahas apa yang disebut sebagai profesi.

Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus... Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. (wikipedia)

Di sini saya akan mengambil contoh desainer. Entah kenapa semua orang bisa menyebut dirinya sebagai desainer. Sebagaimana sesorang yang mengaku sebagai fotografer karena memiliki kamera DSLR. Definisi desainer ini sejujurnya beragam. Ada yang maksudnya desainer grafis, desainer fashion, desainer interior, desainer produk, macam-macam lah ya, termasuk profesi terbaru UI dan UX designer. Ambil contoh satu dulu, desainer grafis. Dengan berbekal software Adobe dan pen tablet, kini semua orang bisa mengaku sebagai desainer.

Garden of Fine Art, Kyoto, salah satu karya Tadao Ando pada 1994 (dokumentasi pribadi, 2013).

Tak harus kuliah memang, banyak orang-orang otodidak yang fokus mengembangkan skillnya bisa menjadi desainer. Misalnya Tadao Ando, arsitek terkenal asal Jepang ini dulunya adalah petinju, lalu mengambil kelas malam untuk belajar menggambar.

Masalah?

Engga dong, semua orang berhak belajar dan mengembangkan skillnya. Ya, kan? Kelihatan kok, hasil karya profesional yang jam terbangnya tinggi dengan yang orang yang baru pegang pen tablet. IMHO ya.

Yang jadi masalah di sini adalah tingkat penghargaannya. Tak sedikit orang yang mengira desain hanya hobi semata jadi harganya bisa murah, bahkan kalau bisa gratis harga teman. "Desainer ya mba? Bisa bantuin bikin logo ngga?" Kalimat basa basi yang sering didengar kan? "Desain produk? Bisa bikin desain brosur dong?" Tampaknya masih banyak miskonsepsi yang beredar di masyarakat. Apalagi dengan banyak beredar software bajakan, sehingga literally semua orang bisa pakai dan belajar lewat Youtube.
Mohon bedakan orang yang hobi mendesain dengan yang berprofesi sebagai desainer. Yang namanya hobi, pasti mereka punya penghasilan utama dari tempat lain. Orang yang berprofesi sebagai desainer, sumber penghasilannya ya dari desain itu. -Fadilah

Desain itu tidak murah

Untuk yang berprofesi sebagai desainer, pasti keluar cost dan tenaga seperti ini.
  • Biaya kuliah/kursus/workshop, etc
  • Waktu yang digunakan untuk belajar tutorial di Youtube
  • Harga laptop dengan spek grafis yang mumpuni
  • Pen tablet
  • Kertas, bulpen, pensil, cat air, semua material latihan sketsa
  • Konsumsi yang keluar selama belajar dan kerja
  • Jam tidur yang rela dikorbankan demi beresnya proyek
  • Buku-buku mahal berwarna yang jadi sumber inspirasi
  • Biaya koneksi internet untuk riset, belajar, maupun mengirim email
  • Waktu yang sudah dihabiskan untuk meningkatkan skill di rumah
  • Software desain asli bukan bajakan
  • Kamera
  • dsb, dsb.
Harga langganan Adobe CC yang cukup fantastis 😭😭😭membuat beberapa desainer yang memiliki idealisme untuk pakai software halal dan asli mencari alternatif, seperti membeli versi CS6, atau pakai Affinity, Corel, bahkan yang open source seperti Inkscape.

Apakah semua dibayar dengan daun? 

Karakteristik pekerja kreatif

Dari hasil pengamatan dan pengalaman, saya melihat bahwa seorang desainer akan menghasilkan karya yang sama kualitasnya, meskipun dibayar murah atau mahal. Misalnya, proyek A, kliennya adalah perusahaan besar, lalu desainer memasang tarif sebesar X. Proyek B, kliennya adalah ibu sendiri yang mau coba buka toko hijab online butuh logo, bisa jadi dikasih gratis. Apakah kualitas hasilnya berbeda? Tidak.

Seorang desainer akan mempertaruhkan harga dirinya dan membuktikannya dengan karya. Karyanya akan selalu diasosiasikan dengan yang membuat. Maka, dengan harga minimum, tidak mungkin hasilnya sengaja dibuat asal-asalan. Reputasi taruhannya, Bung.

Masalahnya, hal ini yang sering dimanfaatkan banyak pihak. Mulai dari minta diskon, harga teman, hingga iming-iming "lumayan buat nambah porto lo, kan?" Jika mereka belum bisa menghargai orang yang berprofesi sebagai desainer, desainer tersebut harus bisa menghargai desainnya sendiri. 

Biasanya karyawan di tempat print digital ini setidaknya mengenyam pendidikan SMK jurusan desain grafis atau semacamnya. Ada juga yang ngga, sih, asal dapat training tampaknya bisa saja kerja di sini. Suka lihat ada yang mengerjakan desain brosur, kalender, etc. Beberapa tempat print memajang sertifikat keaslian software, sisanya dipertanyakan. Foto nemu di sini.

Misalnya, bisa dimulai dengan memberikan edukasi jika ada yang mempertanyakan kenapa harganya mahal. Kalau klien tersebut tetap tidak terima, ya sudah tinggalkan saja. Biarkan mereka memakai jasa murah orang-orang yang hobi desain, atau sekalian langsung saja dia disuruh pesan ke abang-abang di tempat print digital yang sudah lihai buat settingan dan layout brosur dsb. 

Sebagai penutup, mari kita sama-sama saling menghargai. Bagi yang bukan desainer dan buth jasa desainer, harap mengerti desain itu tidak murah. Bagi berprofesi sebagai desainer, ingat, ini adalah profesi, bukan hobi. Hargai diri sendiri.

Bagi yang ingin tahu lebih banyak, bisa coba simak channel The Futur di youtube. Berguna banget! Tulisan ini dibuat karena terinspirasi dari salah satu videonya the futur yang ini.


Comments

  1. Mantap dil! Betul nih dil harus menghargai diri sendiri sebagai desainer. Hidup desainer indonesia!!!

    ReplyDelete
  2. Useful information. Fortunate me I discovered your site unintentionally, and I'm shocked why this accident did not happened earlier!
    I bookmarked it.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts