Serba Serbi Kuliah: CCE, desain, Bandung, London, Osaka

Oke, tahun 2018 ini akan saya jadikan tahun untuk berbagi pengetahuan, terutama dari bahan-bahan kuliah kemarin. Tulisan-tulisan tersebut akan ditulis di blog ini. Untuk info seputar cara mendapat beasiswa, sebelumnya saya sudah menulis tips untuk wawancara LPDP, pengalaman ikutan beasiswa dari Kedubes Jepang alias MEXTtips memilih jurusan di luar negeri, dan langkah-langkah daftar kuliah di UK. Sekarang giliran sharing ilmu saja, supaya ngga lupa dan seenggaknya bisa sedikit bermanfaat untuk yang tertarik di bidang Ekonomi Kreatif, Industri Kreatif, juga bisnis dalam dunia desain.

Gerbang depan kampus Goldsmiths. Area kampusnya lebih kecil dari ITB.

Tulisan pertama ini akan sedikit membahas serba-serbi kuliah di dalam dan luar negeri, terutama bagi yang ingin tahu perbedaannya, atau bagi mahasiswa desain yang ingin melanjutkan kuliah tapi bingung ke mana. Mungkin bagi yang sebelumnya kuliah di jurusan teknik, sosial, atau selain yang seni dan desain, pengalaman kuliah S1-nya akan berbeda dengan yang saya alami.

Jurusan yang saya ambil untuk S2, yaitu Creative and Cultural Entrepreneurship (CCE) di Goldsmiths ini judulnya sama dengan CCE yang ada di ITB. Namun, gelar, durasi kuliah, dan mata kuliahnya berbeda. Di Goldsmiths University of London, program tersebut bergelar Master of Arts. Sedangkan ITB yang basisnya bisnis, lewat SBM-nya, tidak bisa mengeluarkan gelar MA, maka program pascasarjana dari SBM hanya bisa menawarkan gelar Master of Business Administration dan Master of Science Management. CMIIW. Kalau ngga salah, itu jawaban dari Retta yang lulusan CCE Goldsmiths lalu mengajar di SBM ITB. Lupa. Anyway CMIIW ya.

Sedikit sharing, ketika S1 dulu saya mengambil jurusan Desain Produk dari FSRD ITB. Tahun pertama kuliah super sibuk karena banyak sekali tugas yang butuh penanganan manual dan menghabiskan waktu, seperti membuat gambar, nirmana cat poster, juga kuliah wajib anak TPB ketika itu, seperti olah raga, dsb. Begadang jangan ditanya, sering banget, demi mengejar deadline. Lalu ketika masuk jurusan, perlahan kesibukan berkurang. Entah kenapa. Tidak begadang lagi. Mata kuliah semakin sedikit. Jarang banget, mungkin waktu TA beberapa kali saja begadang.

Sempat waktu S1 saya ikut pertukaran pelajar ke Jepang, tepatnya di Osaka University. Di sana, saya mengambil beberapa mata kuliah reguler program anak S1 yang international, sehingga memakai bahasa Inggris. Yang paling saya ingat adalah mata kuliah Japanese Pop Culture dan Qualitative Research. Waktu S1 rasanya kok jarang sekali mendapat sebuah benda bernama reading list alias bahan bacaan yang harus kita baca dan telaah sebelum perkuliahan. Lalu kelasnya juga memiliki banyak interaksi, tanya jawab, dan presentasi. Mungkin karena isi kelasnya juga tidak banyak, tapi hal itu bisa dikondisikan kan ya. Saya jadi berlatih berpikir kritis dan berani bertanya dan menanggapi suatu topik. Dan jadi sadar banyak ngga tahu dari pada tahu.

Sempat mengambil kuliah Japanese Calligraphy selama satu semester. Nekat ambil kelas yang bahasa pengantarnya full Japanese tapi berhubung isinya kebanyakan praktek Alhamdulillah lancar.

Lalu ketika S2 di UK, makin parah lagi. Sebelum pertemuan pertama kuliah bahkan sudah dibagikan reading list. Jadi minggu-minggu pertama kuliah isinya berburu buku di perpustakaan kampus dan beberapa judul yang jumlahnya terbatas menjadi rebutan. Lalu ada kelas diskusi yang isinya benar-benar hanya diskusi saja membahas sebuah topik. Kalau tidak membaca bahan yang ada di reading list, dijamin akan melongo dan sayang banget melewatkan kesempatan asik berdiskusi. Untuk orang yang dari sananya sudah banyak baca, tentu tidak terlalu menjadi masalah. Tapi beberapa kali topiknya berat haha saya super bingung ketika nyerempet Karl Marx maupun Pierre Bourdieu ketika tema hari tersebut adalah copyright. Oh no.

Kata Arina yang kuliah CCE di SBM ITB, dia juga belajar tentang finansial, serta ilmu-ilmu pendukung bisnis lainnya. Pasti ya, kan programnya MBA dua tahun. Sementara itu CCE di Goldsmiths hanya satu tahun dan jauh lebih berat di teori. Tidak berat membahas bisnis secara mendalam, namun lebih ke mempersiapkan bagaimana kaum pekerja kreatif ini bisa bertahan dan menjadi entrepreneur. Lalu, di website MBA ITB ini disebutkan bahwa program mereka didukung oleh  CCE Goldsmiths. Kurang tahu dukungan dalam bentuk apa saja, tapi biasanya suka ada anak CCE ITB yang ikutan exchange lalu ikutan kelas di Goldsmiths. Kelasnya isinya hanya mereka saja, anak-anak ITB, tidak digabung dengan CCE Gold.

Bagi yang ingin tahu lebih banyak info tentang perkuliah, programnya, dsb, kalau ingin lebih lengkap sebenarnya bisa langsung menghubungi kampus terkait ataupun alumni program tersebut. Anak FSRD banyak loh yang ambil MBA CCE ITB.

Comments

Popular Posts