Ramadhan di Osaka
Tak ada yang paling asyik dan paling menantang selain bulan Ramadhan. Gimana enggak, setan diikat, pahala pun berlipat. Selain itu, Ramadhan juga bagaikan bulan untuk kembali melatih disiplin yang sudah semakin melorot selama sebelas bulan sebelumnya. Setelah Ramadhan, Idul Fitri juga pasti sangat ditunggu (THR-nya), tapi pasti sedih juga, karena belum tentu bisa bertemu Ramadhan lagi.
"Berapa jam, sih puasa di Osaka?" Pertanyaan tersebut kerap ditanyakan oleh orang-orang dari tanah air. Berhubung sekarang sedang musim panas, selama Ramadhan subuhnya jam 3-an sampai 3.30 JST. Maghribnya jam 7-an. Sedikit lebih panjang memang, tapi yang paling susah itu karena jarak isya dengan subuh hanya sekitar 6 jam. Selesai solat Isya dan tarawih bersama, biasanya pukul 10 malam, lalu pulang naik sepeda, sampai dorm sekitar jam 10.30. Selanjutnya, hanya ada tiga pilihan. Segera tidur supaya bisa bangun sahur jam setengah tiga, sekalian begadang sampai subuh, atau malah makan saja yang banyak sebelum tidur supaya tak perlu sahur lagi. Plihan ketiga ini tampak sangat mudah, tapi sangat tidak direkomendasikan karena bisa saja solat Subuh bablas. Selain itu, sayang kan, tidak mendapat berkah dari melakukan makan sahur. Sementara itu, pilihan kedua tidak membuat solat Subuh bablas, tapi tidur setelah makan sahur dan solat subuh tidak sehat, kan? Katanya sih bisa membuat gemuk. Nah, pilihan pertama ini yang paling waras sepertinya. Yah, sebisa mungkin bisa tidur cukup sebelum sahur, supaya bisa terus beraktivitas setelah solat Subuh. Nanti siang kan bisa sedikit curi-curi waktu untuk tidur. Pada akhirnya, semua kembali ke pilihan masing-masing, dan membuat perencanaan waktu yang baik supaya Ramadhan ini sukses.
Ramadhan di sini juga mendapat tantangan cuaca super panas yang juga lembab, dan sering berakhir dengan perasaan ingin minum yang dingin atau makan eskrim. Kalau melihat website prekiraan cuaca, suhu di Osaka sini bahkan sering lebih panas dari Depok. Ini bisa diakali dengan terus berada di dalam ruangan ber-AC. Ke mana-mana juga harus bawa uchiwa. Berangkat ke kampus pagi-pagi, dan pulang malam hari, setelah tarawih bersama. Di kamar kalau panas juga bisa menyalakan AC tanpa perlu khawatir memikirkan tagihan listrik (sudah dibayar flat).
Yang sedih sih, di sini tidak ada suara azan dan suasana Ramadhan bisa tidak terasa sama sekali. Masalah tersebut bisa diatasi dengan menonton siaran televisi Indonesia di mivo, atau bisa juga dengan menyetel murattal Quran, banyak tilawah, juga makan sahur dan buka puasa bersama teman-teman muslim dari berbagai negara. Ada yang hilang tapi ada pengalaman baru kan?
Semoga Ramadhan ini bisa lebih baik dari Ramadhan kemarin. Ayo kita manfaatkan waktu sebaik mungkin!
wah memang di sana mayoritas agama apa
ReplyDelete